iklan atas

Saturday, June 13, 2015

FLORES, Pesona Kota Dingin BAJAWA

tarian penyambutan oleh anak-anak Warupelle II
Bajawa merupakan pusat kota kab. Ngada merupakan kabupaten yang terletak di tengah Pulau Flores. Perjalanan ke kota Bajawa ini merupakan lanjutan perjalanan dari Kabupaten Nagekeo kemarin. Lihat cerita perjalanannya disini. Masih dalam rangka jalan dinas (Tim Penilai Lomba Desa/Kel Tk. Prov. NTT). 


Enjoy Work and Enjoy the beauty of nature..

      Touchdown di Bandara Turulelo Soa yang terletak di luar kota Bajawa. Jarak dari bandara menuju kota sekitar 21 km. Melalui jalan halus yang nyaman dilalui, melalui rindangnya hutan di kiri-kanan jalan. Seperti umumnya jalan di pulau Flores lainnya ada turun naik dan berkelok-kelok. Bau belerang akan sangat tajam tercium saat melewati jalan sekitar 15 menit perjalanan dari bandara.

     Tiba di kota Bajawa pukul 11.30, setelah cek handphone suhunya 22 derajat Celcius, lumayan sejuk untuk ukuran siang hari. Kesan pertama Bajawa adalah kota kecil dilingkupi pegunungan namun cukup bersih. Sisa hari saya lewati dengan jalan-jalan mengelilingi kota. Suasana kota sangat ramai karena ternyata masyarakat lagi mengadakan pesta Smbut Baru (ketika seorang anak pertamakali menerima Komuni Suci, upacara inisiasi dalam Agama Katolik). Di Flores, sambut baru ini harus dirayakan, dibikin pesta. Entah sejak kapan Sambut baru harus dipestakan di Flores, hingga sudah seperti tradisi turun temurun. Anak-anak akan sedih jika sambut baru mereka lewat begitu saja. Dalam acara ini seluruh keluarga besar, kenalan diundang. Tenda pesta didirikan di halaman rumah, beberapa ekor babi, sapi, kambing, ayam akan dipotong, minuman beralkohol akan disuguhkan, setiap rumaha yang mengadakan pesta berlomba-lomba memutar musik dengan volume speaker yang tinggi, orang-orang akan menari sampai pagi. Suatu pengeluaran yang cukup besar namun setiap orangtua berkorban demi mengadakan pesta untuk anaknya. Ada opini yang mengatakan bahwa pesta sambut baru hanya mengambur-hamburkan uang demi kesenangan tanpa membawa makna yang mendalam untuk sianak, bahkan hanya menghasilkan utang. Sudah ada himbauan dari Gereja dan pemerintah agar merayakan sambut baru dengan sederhana saja, namun sejauh ini belum berhasil. Banyak pihak juga mengecam pesta sambut baru. So..sikap seperti apakah yang tepat untuk merayakan kegembiraan Komuni suci pertama ?? saya sendiri tidak mau berpendapat..
Okee..itu sedikit mengenai tradisi sambut baru di Flores.

   Rabu, 10 Juni 2015, saatnya menyelesaikan tugas dari kantor. Desa yang menjadi Juara I lomba desa tk. Prov NTT yaitu Desa Warupelle II, Kec. Inerie. Sedangkan kelurahan yang menjadi Juara I adalah Kel. Aimere, Kec. Aimere. Maka tepat jam 9 pagi kami pun berangkat menuju Desa Warupelle II bersama Kepala BPMPD Kab. Ngada dan beberapa pegawai.

    Ini perjalanan yang sangat menakjubkan. Alam yang masih natural di kiri – kanan jalan, menuju desa ini ternyata melalui jalan yang berputar mengelilingi Gunung Inerie. Gunung yang sangat menonjol dan terlihat dominan di Kab. Ngada. Lebih tidak menyangka lagi sekitar 30 menit perjalanan dari kota Bajawa ternyata jalan yang kami lalui melewati kampung adat Bena yang akhir- akhir ini terkenal karena sisa- sisa budaya megalitikum yang masih kental. Sayangnya karena tugas kantor harus didahulukan maka saya hanya bisa menatap dari jauh, menahan keinginan untuk turun dari mobil dan menjelajahi perkampungan ini.

    Gunung Inerie berbentuk kerucut, jd teringat bentuk gunung yang selalu saya gambar waktu SD jika disuruh menggambar pemandangan alam, maka bentuk gunungnya  ternyata mirip Inerie ini. Simple. Gunung ini masih aktif dan terakhir meletus tahun 1970 dengan ketinggian 2245 meter. Puncaknya terlihat gundul namun di kaki bukit dan sebagian lerengnya terdapat hutan yang cukup lebat.


Gunung Inerie 
inerie terlihat dari jendela pesawat
Kampung adat Bena
   Perjalanan pun terus dilanjutkan ke Desa Warupelle II, kondisi jalan sebagian sudah rusak, dan cukup ekstrim karena sebelah kanan jalannya berupa tebing bebatuan, sebelah kirinya terdapat jurang yang menganga. Sekitar sejam kemudian sampailah kami di Desa Warupelle II,  disambut Kepala Desa bersama warganya. Kain tenun berupa selendang pun dikalungkan di leher kami. Sekelompok anak-anak yang memakai pakaian adat mulai menari diiringi harmonisasi alat musik gong dan gendang yang ditabuh mengantar kami menuju Kantor Desa.

Ini moment saat penyambutan :
penyamputan oleh masy Warupelle II


anak-anak yang masih mau melestarikan budaya daerah mereka
 
tiba di kantor Desa Warupelle II

Proses penilaian pun dilakukan dengan wawancara dan diskusi antara Tim Penilai dengan semua jajaran pemerintah dan kelembagaan desa, dan diakhiri dengan peninjauan lapangan ke lokasi yang menjadi objek unggulan desa.




Kades Warupelle II (kiri) bersama Ketua Tim Penilai

   Yang paling menarik perhatian saya yakni kreatifitas kelompok masyarakat menghasilkan produk- produk makanan dan minuman dengan bahan baku tanaman lokal yang banyak terdapat di daerah mereka. Misalnya minyak kelapa murni/ VCO ( Virgin Coconut Oil) yang dibuat dari bahan baku kelapa segar melalui proses pemanasan yang higienis tanpa bahan kimia, dapat dikonsumsi langsung untuk meningkatkan kesehatan tubuh. Ada juga anggur pisang yang diperoleh dengan cara memfermentasikan sari buah pisang dengan penambahan gual. 



VCO Inerie Mount(salah satu produk usaha ekonomi masy Warupelle)
Anggur pisang
Menjelang sore, kamipun harus berpamitan dengan warga Warupelle II karena harus menuju Kelurahan Aimere. Perjalanan sekitar 2 jam untuk sampai di kelurahan Aimere. Ternyata suhu udara di Aimere ini cukup panas , kontras dengan kota Bajawa yang dingin, karena letaknya di pesisir pantai. Sebelumnya tidak pernah terpikirkan oleh saya bahwa di Bajawa ini kita bisa melihat laut. Dan ternyata ada pelabuhan feri juga disini, bersandar kapal-kapal dari Rote, Kupang, dan Sumba.


Aimere

      Penyambutan dari Ibu Lurah Aimere dan warganya pun tak kalah antusias dengan desa/kel lain yang telah kami kunjungi. Untuk momen yang tercipta di Aimere tidak bisa saya bagi dalam bentuk foto-foto karena saat itu sialnya kamera saya lowbat. Namun semuanya telah terekam di memori saya. Suatu pengalaman yang begitu berharga untuk karir saya yang baru seumur jagung. Lomba desa jangan dianggap hanya seremonial belaka, tapi harus dimaknai sebagai upaya peningkatan pembangunan demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Trimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mengambil bagian sehingga kegiatan ini berjalan dengan lancar. Kegiatn lomba desa/kel ini sangat positif. Salah satunya akan memberikan motivasi dan mendidik masyarakat desa/kel agar terpicu dan terpacu semangatnya untuk membangun desa dan kelurahannya masing-masing. 

   Malam harinya saya bersama rombongan kembali ke kota  Bajawa melalui jalan lintas Flores yang berkelok - kelok sempat membuat perut saya mual. Tiba di Bajawa dengan badan capek di tambah lagi suhunya menurun drastis hingga 15 derajat Celcius, serasa berada didalam freezer.. dan malam itu saya menobatkan Bajawa menjadi kota terdingin sedaratan Flores selain Ruteng.

Ini hanya sedikit pengalaman saya menjelajahi Bajawa, masih ada lagi tempat indah yang wajib dikunjungi yakni tempat pemandian air panas di Soa dan Taman laut 17 pulau di Riung.


2 comments:

Seharian Keliling Kawasan TWAL Teluk Maumere

       Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Gugus Pulau Teluk Maumere terletak di kawasan utara Pulau Flores dan berbatasan dengan Laut Flores. Kaw...